Sabtu, 10 September 2011

The Story of Love: Mengasihi Tuhan

Manusia punya kelemahan terbesar, yakni mengedepankan egonya sendiri. Bahkan dalam niat yang terbaik pun yang dimiliki manusia, selalu di dalamnya terkandung maksud-maksud tersembunyi, yakni kepentingan egonya sendiri. Dan ... baik seandainya manusia sadar akan kelemahannya ini sehingga ia tidak pernah akan bisa menyombongkan diri. Sebagaimana Paulus yang meskipun sangat hebat dalam pelayanan, ia tetap mengakui adanya duri di dalam dagingnya sehingga ia tidak sempat meninggikan dirinya (2 Kor 12:7-10).
Kita akan belajar bagaimana Yahwe memahami kelemahan manusia ini dan bagaimana Yahwe ingin kita sadar akan kelehaman ini, melalui kisah Petrus.

Dalam Yohanes 21:15-19, Yesus bertanya kepada Petrus sampai 3 kali: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Tiga kali. 3x. Bayangkan! Kalau Anda ditanyai oleh istri atau suami Anda pertanyaan yang sama, sampai tiga kali!

Pertama kali kalau kita ditanya demikian, bisa pasti kita akan menjawab, tanpa berpikir, " Ya, sayang, aku mengasihi kamu." Tapi kemudian kalau orang yang sama menanyakan hal yang sama kepada kita, mungkin kita juga masih menjawab dengan pasti dan dalam hati kita paling berpikir, ia butuh semacam konfirmasi atau peneguhan, sehingga kita akan menegaskan dan mengatakan, "Iya, sayang, aku mengasihi kamu." Tetapi kalau pertanyaan yang sama ditanyakan untuk ketiga kalinya, "Apakah engkau mengasihi aku?" Kemungkinan kita akan mulai sungguh-sungguh bertanya dalam hati, melihat ke dalam diri, bukan hanya melihat ke dalam diri orang yang bertanya, tetapi ke dalam diri sendiri dan mulai mengoreksi diri, 'Benar ndak ya kalau aku mengasihi dia?'

Demikian pun yang Yesus lakukan terhadap Petrus. Yesus bertanya sampai tiga kali, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Seperti Petrus, kita pasti bertanya dalam hati, 'Kenapa sampai tiga kali?'

Kita akan lebih memahami maksud Yesus kalau kita kembali ke teks aslinya. Sebenarnya Yesus menggunakan 2 kata yang berbeda. Untuk kedua pertanyaan yang pertama, Yesus menggunakan kata AGAPE,ἀγαπᾷς με. Simon, anak Yohanes, apakah engkau ἀγαπᾷς με? Sedangkan untuk pertanyaan ketiga, Yesus menggunakan kata FILIA, φιλεῖς με. Simon, anak Yohanes, apakah engkau φιλεῖς με.

Agape adalah jenis kasih atau cinta yang mengorbankan diri. Sedangkan filia adalah cinta persauadaraan atau persahabatan. Bahkan sebenarnya 3 kali pertanyaan yang diajukan Yesus kepada Petrus adalah 3 pertanyaan yang berbeda. Coba perhatikan:

Ayat 15: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau ἀγαπᾷς με  lebih dari pada mereka ini?"
Ayat 17: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau ἀγαπᾷς με?"
Ayat 17: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau 
φιλεῖς  με 
Dan untuk ketiga pertanyaan itu Petrus menjawab dengan menggunakan kata filia,  φιλῶ σε.

Tiga pertanyaan Yesus untuk Petrus sebenarnya bergradasi menurun. Pertama menggunakan kata agape ditambah dengan "lebih dari mereka ini". Yesus memberikan tambahan ini bukannya tanpa alasan. Alasannya bisa dilihat dalam Matius 26:31-35. Hal ini mengingatkan betapa pentingnya kita untuk membaca seluruh Kitab Suci agar bisa memahaminya dengan lebih baik. Dalam Matius 26:33 Petrus mengatakan bahwa meskipun mereka semua tergoncang imannya karena Yesus akan ditangkap, ia sekali-kali tidak. Di sini Petrus tampil sebagai orang yang merasa paling baik, sebagai murid Yesus yang paling hebat. Petrus merasa yakin bahwa ia sanggup berkorban untuk Yesus, bahwa ia sanggup untuk AGAPE kepada Yesus. Dan para murid yang lain pun ikut-ikutan mengatakan hal yang sama (ayat 35). 

Hal ini menunjukkan suatu ego yang berlebihan. Bahkan ketika kita merasa sanggup berkorban pun, kita harus hati-hati, jangan-jangan itu didorong oleh ego kita sendiri. Kita tahu bagaimana ego ini menguasai para murid Yesus. Dalam beberapa perikop lain kita tahu bahwa beberapa kali para murid Yesus memperdebatkan siapa yang paling besar di antara mereka.

Tetapi ternyata Petrus gagal total. Bukannya membela Yesus ia malahan menyangkal Yesus.

Yohanes 21:15-19 merupakan perikop setelah kebangkitan. Yesus tahu apa yang sudah dilakukan Petrus. Yesus tahu kesombongan Petrus. Yesus juga tahu penyangkalan Petrus. Yesus sangat tahu level Petrus. Sehingga, pertanyaan pertama dengan kata "agape" ditambah "lebih dari mereka ini" digunakan Yesus untuk mengingatkan niat Petrus yang ternyata gagal dibuktikannya. Dan kali ini Petrus tidak berani menggunakan kata "agape", namun "filia", untuk menjawab tantangan Yesus. Ia sadar akan kegagalannya; ia sadar akan kesombongannya terdahulu. Pertanyan kedua Yesus masih menggunakan kata "agape" namun tanpa tambahan "lebih dari mereka ini". Petrus tetap menjawab dengan kata "filia". Pertanyaan ketiga Yesus menurunkan levelnya, Dia menggunakan "filia", menyamakan level-Nya dengan level Petrus. Dan Petrus menegaskan bahwa di hadapan Tuhan, manusia tidak bisa menipu diri. Tuhan tahu isi hati dan level manusia, sehingga Petrus mengatakan, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku [hanya] φιλῶ  σε [philo se, I love thee]. 

Petrus tidak tergoda lagi untuk meningginya diri lagi. Terhadap ketiga pertanyaan Yesus, Petrus tetap menjawabnya dengan kata filia. Dia tahu dia pernah gagal total. Namun dia juga tahu bahwa Yesus tetap mengasihi dia. Sesudah bangkit dan bertemu Petrus, Yesus tidak menagih janji, "Mana buktinya, katanya mau berkorban untuk-Ku?" Yesus tidak mempermalukan Petrus, karena Yesus tahu persis isi hati dan level kasih Petrus terhadap-Nya. 

Namun Petrus, dalam kesadaran diri penuh akan kelemahannya, ia menjadi lebih bisa belajar setia sampai mati. Ia melengkapi kasih filianya kepada Yesus dengan kasih agape di akhir hidupnya. Ia rela mati disalib untuk Yesus dengan posisi terbalik.

Hari ini kita belajar bahwa kita tidak bisa menyembunyikan diri di hadapan Yahwe. Yahwe tahu diri kita lebih dari kita mengenal diri kita. Hari ini juga pertanyaan ini diajukan kepada kita, "Apakah engkau mengasihi Aku?" Hendaklah kita dengan rendah hati, sadar akan kelemahan kita, belajar untuk mengasihi Yahwe, seperti Petrus dan Paulus yang mengasihi-Nya dan setia sampai mati.

Baca juga:
Hidup Berkemenangan (1): Menjaga Hati
Hidup Berkemenangan (2): Membangun Manusia Roh
Bagaimanakah Yeremia Dipanggil Menjadi Nabi?